Rabu, 07 Oktober 2009

‘Back to Nature’: Ayo Belajar Dengan Suku Baduy !

Istilah ‘back to nature’ (kembali ke alam) sering kita dengar akhir-akhir ini, seiring dengan perkembangan zaman, banyak merubah gaya hidup dan pola pikir yang ketinggalan zaman menjadi serba modern, serba praktis, serba cepat. Namun banyak akibat negative yang ditimbulkan , jika kita tidak dapat ‘menyaring terlebih dulu’ mana yang baik dan tidak untuk perkembangan hidup dan kehidupan yang kita jalani. Misalnya, dari segi kesehatan, sering makan di restoran cepat saji (fast food) terutama makan daging yang banyak mengandung lemak, dapat mengakibatkan resiko terkena penyakit seperti: kegemukan, tinggi kolesterol, stroke dan serangan jantung, diabetes dan sebagainya. Oleh karenanya, pola makan sehat ‘back to nature’ dengan mengurangi makan daging, perbanyak serat dari sayur-sayuran, biji-bijian dan buah-buahan alamiah mulai diterapkan oleh mereka yang perduli akan kesehatannya.

Demikian pula pada arsitektur perumahan, gaya ‘back to nature’ semakin digemari, karena pemakaian bahan bangunan alamiah seperti batu alam pada lantai, dinding, bentuk ‘minimalis’, mengoptimalkan berhembusnya angin dan masuknya cahaya alam dari Matahari pastinya akan membuat penghuni rumah menjadi nyaman dan betah di rumah.

Jika dikaitkan dengan keadaan Bumi kita yang sedang mengalami proses Pemanasan Global dan Perubahan Iklim, istilah ‘back to nature’ sangat tepat untuk diterapkan sebagai bagian peran kita turut serta menyelamatkan Bumi dari bahaya Pemanasan Global sekarang ini.
Penghijauan lingkungan dan penggunaan bahan serta barang yang ramah lingkungan (eco friendly products), penting diterapkan untuk membantu menyelamatkan lingkungan dan Bumi yang harus selalu kita sayangi. Lihatlah sejak tahun 2004 pencairan es di Kutub Utara dan Selatan terus berlangsung sampai saat ini dengan kecepatan pencairan yang sangat mengkhawatirkan, jika tidak ada tindakan nyata dari seluruh warga bumi untuk mereduksi kecepatan terjadinya Pemanasan Global, maka bencana alam akan semakin sering terjadi di Indonesia dan di seluruh peloksok dunia. Bencana gempa bumi yang terjadi di Tasikmalaya dan Padang pun terjadi tidak lepas dari pengaruh akibat Pemanasan Global !


Kita bisa banyak belajar untuk menghargai alam sekitar dari Suku Baduy di Desa Kanekes, Leuwidamar-Lebak, Banten, yang terletak sekitar 120 kilometer sebelah Barat Daya dari Jakarta. Berikut adalah kegiatan dan kehidupan Suku Baduy sehari-hari yang selaras dengan usaha kita untuk mereduksi mengatasi bahaya Pemanasan Global yang sedang kita alami sekarang ini.


Warga suku Baduy tidak diperbolehkan menebang pohon secara sembarangan, terutama pohon yang berada pada area hutan lindung karena diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan kejernihan sumber air. Pepohonan di areal ini tidak boleh ditebang untuk dijadikan apa pun, termasuk diubah peruntukannya menjadi ladang atau kebon sayur/buah.

Berladang/ bercocok tanam/ bertani merupakan pekerjaan utama suku Baduy. Tidak diperbolehkan penggunaan bahan-bahan kimia seperti pestisida terutama bagi orang Baduy Dalam yang hanya mengunakan pola tradisional dengan dibantu doa serta mantra-mantra.


Area pemukiman menggunakan bahan alamiah yang ramah lingkungan dan dibuat sendiri oleh warga Baduy secara bergotong-royong. Lantai panggung dan dinding menggunakan anyaman bambu, sedangkan atap dari bahan rumbia, membuat udara segar dan cahaya matahari dapat dimanfaatkan secara maksimal.


Demikian pula dengan pembuatan fasilitas umum seperti jembatan untuk menyeberangi sungai, dibuat dari bahan-bahan alamiah seperti: jembatan bambu pada kampung Gajeboh, memanfaatkan rangkaian bambu besar dan panjang dan jembatan akar yang panjangnya 25m di atas Sungai Cisemeut, memanfaatkan akar pohon karet yang saling dililit/dipilin membentuk anyaman berbentuk jembatan yang dapat digunakan oleh orang untuk menyeberangi sungai.


Hasil panen ladang di Baduy terutama padi. Padi ini disimpan di
lumbung-lumbung yang juga dibuat dari bahan bangunan alamiah seperti pada rumah dan bisa bertahan sampai puluhan bahkan ratusan tahun! Padi dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan warga Baduy. Budaya adat Baduy juga mengatur bahwa padi yang dihasilkan suku Baduy tidak boleh diperjualbelikan, baik di dalam ataupun di luar Baduy. Padi hanya boleh diberikan secara gratis. Bila ada warga yang gagal panen atau kekurangan beras, warga lain secara gotong royong membantu mencukupi kebutuhan beras mereka yang tertimpa musibah. Sedangkan tanaman sayur dan buah, seperti kacang, durian, atau aren ditanam di antara padi pada lahan yang disebut kebon, dan juga biasa ditanam tumpang sari dengan tanaman padi. Semuanya ditanam secara organik dan alamiah.


Udara di kampung Baduy yang berbukit-bukit (sebagian kontur kemiringan tanah mencapai 45 sampai dengan 60 derajat) tergolong masih bersih dan segar. Salah satunya karena suku Baduy pantang menggunakan alat transportasi, karena itu asap dari knalpot pun tidak dijumpai di kampung ini. Tak jarang, warga Baduy-terutama laki-laki-meninggalkan ladangnya bila pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak, kegiatan bepergian ini dilakukan dengan berjalan kaki walau pun harus ke luar kota !


Kain dan baju yang dipakai oleh warga Baduy merupakan hasil tenunan sendiri dengan memanfaatkan bahan dan pewarnaan alamiah dari hutan yang ada. Demikian pula tas dibuat sebagai kerajinan tangan suku Baduy (kain tenun dan tas dapat dibeli sebagai oleh-oleh dari suku Baduy Luar yang tinggal mulai tapak batas sampai dengan jembatan bambu di kampung Gajeboh). Melalui warna baju yang dikenakan kita dapat membedakan suku Baduy Luar umumnya mengenakan warna hitam sedangkan Baduy Dalam warna putih. Untuk kegiatan membersihkan gigi dan badan juga menggunakan bahan alamiah dari tumbuhan disekitar seperti sirih.


Makanan dan minuman warga baduy dibuat sendiri dari kegiatan berladang, dan pasti tidak tercemar bahan kimia pengawet seperti formalin dan borax. Salah satu minuman khas yang dibuat adalah campuran jahe dan gula aren (bisa dibeli sebagai oleh-oleh) yang sungguh sangat menyegarkan badan setelah jalan-jalan diperkampungan Baduy yang berbukit dengan pemandangan alamiah yang masih indah dan berudara segar. Kita harus
berjalan dari terminal Ciboleger sekitar 3 kilometer ke jembatan bambu Baduy Luar di kampung Gajeboh dan sekitar 12 kilometer ke kampung Baduy Dalam di Cibeo. Sungguh kegiatan jalan-jalan di perbukitan (hiking) yang cukup berkeringat tetapi menyehatkan !


Dengan sistem kepercayaan, adat-istiadat, serta niat untuk menjaga keseimbangan alam, suku Baduy terbukti mampu mandiri menghidupi diri mereka sekaligus melestarikan alam sekitarnya. Warga suku Baduy sangat cinta produk lokal buatan mereka sendiri, akibat positifnya mereka tidak ‘kena’ resesi ekonomi global dan yang pasti tidak turut menyumbang gas rumah kaca (CO2, metana, N20) penyebab terjadinya Pemanasan Global di bumi kita. Semoga saja, budaya adat mereka tidak serta-merta berubah akibat pengaruh yang datang dari para tamu serta turis yang silih berganti mengunjungi kampungnya yang memang terlihat masih unik, bersih dan alamiah.

Ayo kita ‘back to nature’, seperti budaya makan suku Baduy, kita terapkan budaya pola makan sehat banyak serat, organik dan segar yang justru banyak terdapat pada makanan vegetarian tradisionil asli Indonesia seperti lalapan, gado-gado, karedok, asinan sayur dan buah, aneka rujak, ketoprak, pecel, sayur asem, lontong sayur, tahu/tempe, pepes jamur, oncom dan masih banyak lagi lainnya. Dengan banyak meng-konsumsi pangan lokal, kita telah bantu Sayangi Bumi, karena telah memutus rantai transportasi yang menjadi penyebab terbesar kedua terjadinya Pemanasan Global saat ini, jika kita bisa mengurangi dan bahkan berhenti makan daging (menjadi vegetarian) maka kita akan memutus rantai pangan daging dari industri peternakan yang menjadi penyebab utama terbesar terjadinya Pemanasan Global !

Ayo kita ‘back to nature’ dan tetap perduli Sayangi Bumi, jaga lingkungan sekitar agar tidak tercemar, jangan menebang pohon namun tambahlah tanam pohon dan hijaukan halaman rumah kita sendiri, walaupun sekecil apapun halamannya tetap berperan membantu Bumi mereduksi gas rumah kaca CO2, salah satu penyebab Pemanasan Global. Ayo kita beritahu bahaya Pemanasan Global kepada keluarga, teman, saudara dan siapa pun, sehingga kita bisa mulai ‘action’ mulai dari langkah kecil seperti memilah sampah terutama sampah plastik yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup di bumi maupun bagi Bumi sendiri (butuh waktu ratusan tahun bagi Bumi untuk mengurainya). Ayo tetap semangat dan tetap selalu ‘Sayangi Bumi’ !